BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلۡهُدَىٰ فَمَا رَبِحَت تِّجَٰرَتُهُمۡ وَمَا كَانُواْ مُهۡتَدِينَ ١٦
Artinya: “Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
(Ulaaika al-ladziina isytarau adh-dhalaalata bi al-hudaa) menurut tafsir As-Suddi, dari Ibnu Mas’ud dan beberapa orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengatakan: “Mereka mengambil kesesatan dan meninggalkan petunjuk.” Ibnu Ishak mengatakan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman-Nya ini: “Artinya membeli kekufuran dengan keimanan.”
Kesimpulan dari pendapat para mufasir di atas, bahwa orang-orang munafik itu menyimpang dari petunjuk dan jatuh dalam kesesatan. Mereka menjual petunjuk untuk mendapatkan kesesatan, hal itu berlaku juga pada orang yang pernah beriman lalu kembali kepada kekufuran sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Munafiqun ayat 3 yang artinya: “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi), lalu hati mereka dikunci mati.” Mereka lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk, sebagaimana keadaan kelompok lain dari orang-orang munafik, di mana mereka terdiri dari beberapa macam dan bagian.
Oleh karena itu Allah Ta’ala kemudian berfirman di kalimat setelahnya yaitu (famaa rabihat tijaaratuhum wamaa kaanuu muhtadiina) yang berarti bahwa perniagaan yang mereka lakukan itu tidak mendapatkan keuntungan dan tidak pula mendapatkan petunjuk dari apa yang mereka lakukan. Ibnu Jarir dari Qatadah mengatakan: “Demi Allah Ta’ala kalian telah menyaksikan mereka keluar dari petunjuk menuju kepada kesesatan, dari persatuan menuju kepada perpecahan, dari rasa aman menuju kepada ketakutan, dari Sunnah menuju bid’ah.” Hal yang sama diriwayatkan Ibnu Abi Hatim, dari Yazid bin Zurai’, dari Sa’id, dari Qatadah.
Komentar
Posting Komentar