BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
بَلَىٰۚ
مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ
رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١١٢
Artinya: “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedangkan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Firman-Nya (بلى من أسلم وجهه لله وهو محسن) maksudnya, barangsiapa yang mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah Ta’ala semata, yang tiada sekutu bagi-Nya.” Abu Al-Aliyah dan Ar-Rabi bin Anas mengatakan bahwa artinya “(Yaitu) barangsiapa yang benar-benar tulus karena Allah Ta’ala.” Lafaz (وجهه) menurut Sa’id bin Jubair mengatakan, yaitu yang tulus ikhlas menyerahkan agamanya sedang (وهو محسن) artinya, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena amal perbuatan yang diterima itu harus memenuhi dua syarat, yaitu harus didasarkan pada ketulusan karena Allah Ta’ala semata, dan harus benar dan sejalan dengan syariat Allah Ta’ala. Jika suatu amalan sudah didasarkan pada keikhlasan hanya karena Allah Ta’ala, tetapi tidak benar dan tidak sesuai dengan syariat, maka amalah tersebut tidak diterima. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ
عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Artinya: “Barang siapa mengerjakan suatu amal yang bukan termasuk urusan kami, maka amal itu ditolak.” (HR. Imam Muslim, dari hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Dengan demikian, perbuatan para pendeta ahli ibadah dan yang semisalnya, meskipun mereka tulus ikhlas dalam mengerjakaannya karena Allah Ta’ala, namun perbuatan mereka itu tidak akan diterima hingga mereka mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diutus kepada mereka dan kepada seluruh umat manusia. Mengenai mereka dan orang yang semisalnya, Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Furqan ayat 23 yang artinya: “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” Secara amal yang secara lahiriyah sejalan dengan syariat tetapi pelakunya tidak mendasarinya dengan keikhlasan karena Allah Ta’ala, maka amal perbuatan seperti itu ditolak. Demikian itulah keadaan orang-orang yang riya dan orang-orang munafik, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Ma’uun ayat 4-7 yang artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong) dengan barang berguna.” Dan dalam Surah Al-Kahfi ayat 110 yang artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
Firman-Nya (فله أجره عند ربه ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون), dengan amal perbuatan itu, Allah Ta’ala menjamin sampainya pahala kepada mereka serta memberikan rasa aman dari hal-hal yang mereka khawatirkan, (ولا خوف عليهم) dari apa yang akan mereka hadapi, (ولا هم يحزنون) atas apa yang telah ditinggalkan di masa yang lalu, (ولا خوف عليهم) yaitu di akhirat kelak (menurut Sa’id bin Jubair), (ولا هم يحزنون) atas datangnya kematian.
Komentar
Posting Komentar