BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِۖ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَلَا عُدۡوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ ١٩٣
Artinya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya untuk Allah semata-mata. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.”
Firman-Nya (وقاتلوهم حتى لا تكون فتنة) maksudnya tidak ada kemusyrikan. Demikian dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Abu Al-Aliyah, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Rabi’ bin Anas, Muqatil bin Hayyan, As-Suddi, dan Zaid bin Aslam. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, katanya bahwa ia pernah didatangi oleh dua orang pada saat fitnah Ibnu Zubair. Kedua orang itu berkata, “Sesungguhnya orang-orang telah berbuat kerusakan, dan engkau putera Umar, serta sahabat Nabi, apa yang menghalangimu untuk keluar berperang?” Ibnu Umar menjawab, “Yang menghalangiku adalah bahwa Allah telah mengharamkan darah saudaraku.” Mereka berdua berkata lagi: “Bukankah Allah telah berfirman, “Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi?” Ibnu Umar pun menjawab: “Kami telah berperang sehingga tidak ada lagi fitnah dan ketaatan hanya untuk Allah. Sedangkan kalian hendak berperang dengan tujuan agar terjadi fitnah dan supaya segala macam ketaatan untuk selain Allah.”
Firman-Nya (ويكون الدين لله) maksudnya, sehingga agama Allah Ta’ala yang benar-benar menang dan unggul di atas semua agama. Sebagaimana telah ditegaskan dalam Kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al-Asy’ari, katanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai seseorang yang berperang karena keberanian, berperang karena kesombongan, dan berperang karena riya’, manakah yang termasuk berperang di jalan Allah? Beliau menjawab:
"مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فهو فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Artinya: “Barangsiapa berperang dengan tujuan agar kalimat Allah menjadi yang paling tinggi, maka ia telah berperang di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari 2810/3126 dan Muslim 1904)
Dan diriwayatkan dalam Kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"أمرْتُ أنْ أقاتلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ"
Artinya: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk diibadahi selain Allah. Apabila mereka mengatakannya, maka darah dan harta kekayaan mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali dengan haknya dan perhitungan mereka terserah kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari 25 dan Muslim 22) Firman-Nya (فإن انتهوا فلا عدوان إلا على الظالمين) di sini Allah Ta’ala berfirman, jika mereka menghentikan perbuatan mereka berupa kemusyrikan dan pembunuhan terhadap orang-orang mukmin, maka hentikanlah penyerangan terhadap mereka. Dan orang yang tetap memerangi mereka setelah itu, maka ia termasuk zhalim, dan tiada permusuhan kecuali kepada orang-orang zhalim. Demikian itulah makna ungkapan Mujahid, “Tidak diperbolehkan bagi seseorang memerangi kecuali terhadap orang yang memerangi.” Ayat tersebut juga bermakna, jika mereka berhenti, berarti mereka membebaskan diri dari kezhaliman, yaitu kemusyrikan, karenanya tidak ada lagi permusuhan setelah itu terhadap mereka. Dan yang dimaksud dengan permusuhan di sini adalah pembalasan dan penyerangan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Baqarah ayat 194 yang artinya: “Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadap kamu.” Oleh karena itu, Ikrimah dan Qatadah mengatakan: “Orang zalim adalah orang yang menolak mengucapkan: Laa IlaaHa Illallah (tiada Ilah yang hak selain Allah).”
Komentar
Posting Komentar