BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
۞يَسَۡٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسَۡٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ ٢١٩
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan Judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebib besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.”
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa segolongan sahabat, ketika diperintah untuk membelanjakan harta di jalan Allah Ta’ala, datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infak yang bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini yang menegaskan bahwa yang harus dikeluarkan nafkahnya itu adalah selebihnya dari keperluan hidup sehari-hari.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas)
Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya: “Ya Rasulullah, kami mempunyai banyak hamba sahaya dan banyak pula anggota keluarga. Harta mana yang harus kami keluarkan untuk infak?” Maka turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya)
Firman-Nya (يسألونك عن الخمر والميسر قل فيهما إثم كبير) Imam Ahmad meriwayatkan, dari Umar bin Al Khaththab, ia menceritakan bahwa ketika turun ayat pengharaman khamr, ia berdo’a, “Ya Allah terangkanlah kepada kami ihwal khamr sejelas-jelasnya.” Maka turunlah ayat ini. Kemudian Umar dipanggil dan dibacakan ayat itu kepadanya. Maka ia pun berdo’a lagi: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami mengenai masalah khamr ini sejelas-jelasnya.” Maka turunlah ayat yang terdapat dalam Surah An-Nisaa’ ayat 43 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk.” Dan seorang muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika mengumandangkan iqamah shalat, ia mengucapkan: “Jangan sekali-kali orang yang dalam keadaan mabuk mendekati shalat.” Kemudian Umar dipanggil dan dibacakan ayat tersebut, maka ia pun berdo’a pula: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami mengenai khamr ini sejelas-jelasnya.” Maka turunlah ayat yang terdapat dalam Surah Al-Maidah ayat 91 yang artinya: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu). ” Lalu Umar dipanggil dan dibacakan ayat tersebut, dan ketika bacaan itu sampai pada kalimat “berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu)” Umar berkata, “Kami berhenti, kami berhenti.”
Demikian pula hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i. Ali bin Al-Madini mengatakan, sanad hadis ini sahih dan disahihkan oleh At-Tirmidzi. Dan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim, ia menambahkan setelah kalimat, “Kami berhenti, kami berhenti,” yaitu kalimat, “Karena ia dapat menghilangkan harta benda dan menghilangkan akal pikiran.” Hadis ini juga akan diuraikan lebih lanjut bersamaan dengan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad melalui jalan Abu Hurairah, pada pembahasan Surah Al-Maidah ayat 90 yang artinya: “Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththab, khamr adalah segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal. Seperti yang akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan ayat dalam Surah Al-Maidah. Demikian juga dengan pengertian maisir yang berarti ‘al-qimar’ (Judi).
Firman-Nya (قل فيهما أثم كبير ومنافع للناس) maksudnya dosanya itu menyangkut masalah agama, sedangkan manfaatnya berhubungan dengan masalah duniawi, yakni minuman itu bermanfaat bagi badan, membantu pencernaan makanan, dan mengeluarkan sisa-sisa makanan, mempertajam sebagian pemikiran, kenikmatan dan daya tariknya yang menyenangkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hassan bin Tsabit pada masa jahiliyahnya:
وَنَشْرَبُهَا فَتَتْرُكُنَا مُلُوكًا ... وأسْدًا لَا يُنَهْنهها اللقاءُ ...
Artinya: “Kami meminumnya hingga kami terasa sebagai raja dan singa. Yang pertemuan itu tidak menghentikan kami.”
Firman-Nya (وإثمهما أكبر من نفعهما) demikian juga menjualnya dan memanfaatkan uang hasil dari penjualannya. Dan juga keuntungan yang mereka dapatkan dari permainan judi, lalu mereka nafkahkan untuk diri dan keluarganya. Tetapi faedah tersebut tidak sebanding dengan bahaya dan kerusakan yang terkandung di dalamnya, karena berhubungan dengan akal dan agama. Oleh karena itu, ayat ini diturunkan sebagai pendahulu untuk mengharamkan khamr secara keseluruhan, tapi larangan itu masih dalam bentuk sindiran belum secara tegas. Karenanya, ketika dibacakan ayat ini kepada Umar bin Khaththab berdo’a: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami mengenai khamr ini sejelas-jelasnya.” Maka turunlah ayat yang terdapat dalam Surah Al-Maidah yang secara tegas mengharamkan khamr.
Ibnu Umar, Asy-Sya’bi, Mujahid, Qatadah, Rabi’ bin Anas, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Ayat-ayat yang pertama kali turun berkenaan dengan khamr, yaitu firman-Nya ini. Ayat kedua yang terdapat dalam Surah An-Nisaa’, kemudian yang terdapat dalam Surah Al-Maidah, hingga akhirnya secara tegas khamr tersebut diharamkan.”
Firman-Nya (ويسألونك ماذا ينفقون قل العفو) kata (العفو) dibaca manshub atau marfu’ dan kedua-duanya baik, beralasan dan berdekatan. Ibnu Abi Hatim menceritakan, ayahku memberitahu kami, ia menuturkan bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya mengatakan: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai sejumlah budak dan keluarga, bagaimana kami menginfakkan harta kami?” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini. Mengenai firman Ta’ala ini, Al-Hakam menceritakan dari Muqsim, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: “Apa yang lebih dari (kebutuhan untuk) keluargamu.” Hal senada juga diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, Atha’, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ka’ab, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Al-Qasim, Salim, Atha’ Al-Khurasani, Rabi’ bin Anas, dan ulama-ulama lainnya, mengenai firman Allah Ta’ala (قل العفو) mereka mengatakan: “Yaitu kelebihan.” Diriwayatkan dari Thawus, “Yaitu bagian kecil dari segala sesuatu”. Sedangkan menurut Rabi’ bin Anas, “Yaitu sesuatu yang terbaik dan paling utama dari apa yang engkau miliki”. Tetapi semuanya kembali kepada kelebihan.
Firman-Nya (ويسألونك ماذا ينفقون قل العفو) dalam tafsirnya, Abd bin Humaidi meriwayatkan dari Al-Hasan, ia mengatakan: “Janganlah engkau menginfakkan seluruh hartamu, lalu engkau duduk sambil meminta-minta kepada orang lain.” Berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Abu Hurairah, ia menceritakan:
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عِنْدِي دِينَارٌ؟ قَالَ: "أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ". قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: "أَنْفِقْهُ عَلَى أَهْلِكَ". قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: "أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ". قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: "فَأَنْتَ أبصَرُ
Artinya: “Ada seseorang yang mengatakan: ‘Ya Rasulullah, aku mempunyai satu dinar.’ Maka beliau bersabda: `Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri.’ Orang itu menjawab: ‘Aku masih punya yang lain lagi.’ Dan beliau pun bersabda: ‘Nafkahkanlah untuk keluargamu.’ Orang itu masih berkata lagi: ‘Aku masih punya yang lain lagi, ya Rasulullah.’ Beliau bersabda: ‘Nafkahkanlah untuk anakmu.’ ‘Aku masih punya dinar yang lain lagi.’ Dan Rasulullah bersabda: ‘Engkau lebih tahu (kepada siapa uang itu harus dinafkahkan).’” (Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dalam kitab sahih)
Firman-Nya (كذلك يبين الله لكم الآيات لعلكم تتفكرون في الدنيا والآخرة) maksudnya, sebagaimana Allah Ta’ala telah memberikan rincian dan menjelaskan hukum-hukum ini kepada kalian sebagaimana Dia telah menjelaskan ayat-ayat tentang hukum, janji, dan ancaman-Nya agar kalian memikirkan tentang dunia dan akhirat. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, (makna ayat itu) yaitu tentang kefanaan dan sirnanya dunia serta datangnya negeri akhirat dan kekekalannya. Firman-Nya (لعلكم تتفكرون في الدنيا والآخرة) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sha’aq At-Tanimi, ia menuturkan, aku pernah menyaksikan Al-Hasan sedang membaca ayat ini lalu ia berkata: “Demi Allah, barangsiapa memikirkannya, maka ia akan mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat yang penuh cobaan dan ujian, serta tidak abadi. Sedangkan akhirat adalah tempat pemberian balasan dan kekal.” Demikian dikemukakan oleh Qatadah, Ibnu Juraij, dan ulama lainnya. Abdur Razak meriwayatkan dari Mu’ammar, dari Qatadah, “Agar mereka mengetahui kelebihan akhirat atas dunia.” Dan dalam riwayat lain dari Qatadah: “Maka hendaknya kalian lebih mengutamakan akhirat daripada dunia”.
Komentar
Posting Komentar